Trending since March 1, 2021
Trends
#SelasaStartup
Bagi pelaku startup, metode agile bukan lagi hal baru. Startup telah terbiasa menerapkan metode ini dalam pengembangan produknya. Metode ini memungkinan startup untuk lebih luwes dan dinamis dengan keterbatasan SDM dan pendanaan.Namun lain cerita jika startup menerapkan agile di situasi pandemi sekarang ini. Ini bukan lagi masalah keterbatasan SDM dan pendanaan, tetapi kondisi semacam ini semakin mempersulit ruang gerak startup–terutama tahap pemula atau early stage–untuk bisa bertahan.Pada sesi #SelasaStartup kali ini, Founder dan CEO Qlue Rama Raditya berbagi tips bagi startup yang dapat menjadi pelajaran di situasi semacam ini ke depannya.Menanam mindset disiplin keuanganIbarat menabung, disiplin keuangan juga wajib dilakukan oleh pelaku startup. Mindset ini idealnya ditanamkan sejak awal membangun bisnis. Jika situasi semacam ini terjadi di masa depan, startup sudah lebih dulu menyiapkan cadangan.Salah satu bentuk disiplin keuangan ini, misalnya, jangan terburu-buru menghabiskan belanja modal (capex) di awal. Tipsnya, startup dapat mengalokasikan modal per bulannya selama beberapa bulan ke depan.Contoh lainnya, startup perlu berhati-hati dalam menyepakati kontrak penagihan pembayaran dengan klien enterprise. Jika tidak disepakati sesuai kondisi keuangan, bisa-bisa runway startup keburu habis karena klien tidak kunjung membayar.“Jangan berekspektasi investor selalu menyelamatkan. Kita mungkin berpikir investor selalu ada. Tapi, seiring waktu, investor akan semakin selektif meskipun punya modal besar. Mereka harus exit dalam 3-4 tahun,” ujar Rama.Jangan “kepepet” galang pendanaan baruMenggalang dana baru membutuhkan waktu lama. Menurut Rama, due diligence-nya saja bisa memakan lima bulan. Maka itu, startup sebaiknya jangan baru menggalang dana ketika modalnya sudah mau habis. “Selalu raise money saat tidak butuh, kalau perlu sembilan bulan sebelum habis,” tambahnya.Ia juga merekomendasikan pelaku startup yang baru mengantongi pendanaan untuk menyisihkan modal dalam 5-6 bulan ke depan dan kalau perlu dalam bentuk mata uang dollar.Trik ini akan membantu startup mengingat situasi sekarang tidak banyak memberikan opsi. Seluruh pelaku bisnis mengalami kondisi keuangan serupa sehingga sulit bagi startup untuk menjaga kinerja keuangan.“Satu hal, startup early stage selalu maintain hubungan baik dengan bank. Ketika investor tidak bisa membantu dan klien sulit ditagih, kita punya opsi untuk menarik pinjaman dari bank,” jelas Rama.Jangan terpaku pada pengembangan satu produkRama juga menekankan pentingnya melakukan diversifikasi produk dan ekosistem. Hal ini dapat berguna di kemudian hari apabila ada satu layanan utama startup terdampak besar dari situasi semacam ini.“Kita bisa manuver lebih lincah karena terbantu dari diversifikasi layanan. Untuk mengembangkannya, coba cari masalah yang ingin diatasi,” ungkap Rama.Tentu untuk melakukan strategi ini, startup perlu menganalisis sejumlah metrik untuk memilah seberapa besar masalah yang ingin diatasi. Hal ini dapat membantu pelaku startup untuk lebih fokus tanpa perlu melibatkan banyak SDM terlalu banyak.“Situasi ini dapat menjadi momentum bagi startup untuk bertumbuh, karena setelah pandemi berakhir, solusinya akan tetap berjalan. Pada intinya, setiap entrepreneur yang committed harus mencari jalan keluar di setiap situasi. ini menjadi momen pengujian agar founder lebih mantap,” tutupnya.
Be the first person to like this.
Estubizi X DailySocial.idSemenjak populer dikembangkan startup, konsep marketplace kini tak hanya didominasi platform jual-beli produk. Marketplace juga merambah pada vertikal bisnis tertentu, seperti kerajinan tangan, produk kecantikan, hingga layanan fotografi.Beda bisnis, beda pula target pasar dan tantangannya. Hal ini juga yang dialami Founder & CEO SweetEscape David Soong saat membangun dan menjalankan bisnis lewat platform sewa jasa fotografer profesional yang sudah berjalan selama 2,5 tahun.Pada sesi #SelasaStartup kali ini, David berbagi pengalamannya di SweetEscape dalam menilik perilaku konsumen di era digital berkaitan dengan bisnis yang digelutinya.Memahami potensi pasarDavid blak-blakan mengungkap bahwa ada banyak tantangan dihadapi dalam memulai bisnis yang terbilang baru ini. Tantangan paling besar adalah persepsi. Belum tentu orang mau menggunakan layanan ini, wong kita tidak kenal dengan fotografernya.Belum lagi barrier pada bahasa mengingat SweetEscape menyediakan fotografer di 500 kota di seluruh dunia. Ada juga hambatan dari perekrutan talent. Mereka tak yakin apakah bisnis ini bakal berjalan atau tidak.Tetapi, David menilai bahwa semua bisnis pada dasarnya sama. Ada banyak potensi pasar yang dapat diincar. Kalau bicara soal model bisnis yang dilakoninya, potensinya tercipta berkat pertumbuhan pengguna media sosial dan bisnis jualan online.“Indonesia itu salah satu basis pengguna media sosial terbesar, yang mana paling banyak ke media sosial yang visual (Instagram). Kemudian, e-commerce atau jualan online. Kalau jualan barang, kita setidaknya punya foto dan video production,” ungkap David.Memetakan perilaku pasarSeiring dengan perjalanan bisnisnya, David dapat memetakan segmen pengguna berdasarkan perilaku pasar. Ada dua jenis, yaitu business-to-business (B2B) dan business-to-consumer (B2C).Pasar B2C sudah jelas, yang diincar adalah konsumen yang menikmati langsung jasa/layanan. Menurutnya, berkat media sosial, orang-orang cenderung sering membagikan momen-momen pribadi. Berbeda sekali dengan dulu, mereka hanya menyimpan dokumentasi momen pribadi.“Media sosial mendorong kita untuk ingin berada di momen itu. Kita melihat ini sebagai new behaviour,” tuturnya. Sementara B2B berasal dari perusahaan/korporat. Mereka biasanya membutuhkan konten visual yang banyak, cepat, dan harganya terjangkau. Perilaku di atas justru dapat mempermudah pelaku bisnis untuk menyampaikan produk.Perilaku pasar yang kini relevanMasih berkaitan dengan poin sebelumnya. Menurut David, tanpa kita sadari sebetulnya kita telah membiarkan diri kita untuk memesan jasa dari orang yang tidak kita kenal. Contoh paling akrab adalah memesan Gojek.Ia menilai bahwa hal ini adalah bentuk perubahan signifikan pada perilaku pasar. Jika model bisnis ini diterapkan dulu, mungkin kita tidak berani. Sama halnya dengan memesan jasa fotografer tanpa bertemu sekalipun dengan orangnya.“Nah, untuk menarik konsumen, caranya adalah menciptakan kepercayaan. How do you create trust? Di dunia fotografi, konsep stranger itu biasa, seperti kita memesan vendor pernikahan. Yang berbeda adalah sekarang ada shortcut untuk trust dengan mengandalkan portfolio mereka dan review dari para pengguna,” paparnya.(Artikel ini ditulis Corry Anestia dan telah dipublikasi DailySocial.id pada 31 Oktober 2019 https://dailysocial.id/post/perilaku-konsumen-di-era-digital/)
Be the first person to like this.
Estubizi X DailySocial.idTak hanya melalui pemodal ventura, startup dapat mencari pendanaan baru melalui cara “konvensional” yang sudah banyak dipraktikkan korporasi, yakni dengan melakukan initial public offering (IPO). Kabarnya, Bursa Efek Indonesia memberi sejumlah kemudahan bagi startup yang ingin go-public.Namun bagi Passpod, startup penyedia bisnis sewa WiFi portabel yang baru-baru ini melantai di bursa saham, hal ini tentu tidaklah mudah. Startup yang kini menyandang kode emiten “YELO” ini menilai ada keuntungan dan juga tantangan yang dihadapi untuk mencapainya.Untuk mengetahui selengkapnya, simak cerita dan pengalaman yang dibagikan oleh Hiro Whardana, CEO Passpod, di sesi #SelasaStartup kali ini.Alasan IPO dan besaran funding yang ingin dikumpulkanAlasan utama yang mendorong Passpod melakukan IPO adalah pihaknya butuh pendanaan baru untuk menambah lebih banyak perangkat modem. Keputusan ini diambil setelah perusahaan berkali-kali mencoba menutupi biaya tersebut, mulai dari modal sendiri hingga biaya operasional (opex).Dalam proses melakukan IPO, Hiro mengamati bahwa dana yang ingin dikumpulkan terbilang setara dengan pendanaan seri A. Karena hal itu pula, proses due dilligence terbilang lebih ketat ketimbang pendanaan setara seeds.Menurut Hiro, jika melihat nilai pendanaan yang ingin dikumpulkan besar, startup perlu lebih rinci dalam menyiapkan berbagai hal berkaitan dengan bisnis perusahaan, seperti model bisnis dan risk management.“Untuk raise funding sebesar itu, perusahaan harus punya size [pasar] tertentu,” ujarnya.Rencana bisnis dan keuntungan menjadi perusahaan publikMengambil langkah untuk menjadi perusahaan publik tentu tidak mudah. Selain perlu persiapan matang, melakukan IPO membutuhkan biaya besar untuk menyewa notaris, akuntan publik, pengacara dan semua yang terlibat di dalamnya. Hiro sendiri menuturkan pihaknya merogoh kocek hampir 3 miliar Rupiah untuk itu semua, meskipun pembayarannya dapat diatur pencairannya.Namun penting untuk tidak terfokus pada IPO, melainkan rencana bisnis perusahaan di masa mendatang.“Bukan IPO yang direncanakan, tetapi funding yang ingin dikumpulkan, untuk kapan dan berapa,” paparnya.Ia juga mengungkap beberapa keuntungan menjadi startup yang go-public. Beberapa inovasi yang dilakukan memiliki limitasi regulasi dengan menjadi perusahaan publik. Misalnya, status perusahaan tetap tercatat sebagai perusahaan dalam negeri meskipun saham dibeli dari investor luar negeri.“Ini menandakan ada kontrol kredibilitas, berarti kami sudah dicap sebagai perusahaan transparan. Justru ini mempermudah kami kalau ekspansi ke luar negeri.”Kendali perusahaan paling utamaIa mengungkap menjadi perusahaan publik memberinya opsi kuat untuk tetap memiliki kendali terhadap perusahaannya sendiri.“Menurut saya, yang terpenting bagi startup [yang IPO] bukan jumlah sahamnya. Itu tetap penting, saham memang akan terdelusi, tetapi kita tetap punya kontrol terhadap perusahaan,” tuturnya.Ia mencontohkan pendiri sekaligus CEO Facebook Mark Zuckerberg yang tetap memiliki kontrol terhadap perusahaan meskipun tak lagi memiliki saham mayoritas di Facebook.“Mungkin kami juga kurang sabar cari venture capital, [karena kalau VC] semua ingin kontrol. Justru kalau kami ingin kontrol untuk mengembangkan Passpod. Pasarnya masih besar, bayangkan dari 7 juta traveler, yang terkover penyewaan modem baru 200 ribu,” ungkap Hiro.Kolaborasi Startup Tetap DiperlukanSalah satu perubahan yang cukup signifikan ketika telah menjadi perusahaan publik adalah laporan keuangan. Perlu diketahui, perusahaan yang melantai di bursa diawasi oleh Bursa Efek Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan. Segala aktivitas harus memiliki pertanggungjawaban lewat laporan keuangan.Dengan budaya startup yang senang melakukan eksplorasi dan inovasi, menurut Hiro, hal ini tentu tidak bisa lagi dilakukan sembarangan.“Ketika kami meluncurkan sesuatu, pasti itu akan reflektif ke laporan buku mendatang. Orang tidak bisa lagi main-lempar-jelek-buang,” tuturnya.Agar tidak membatasi perusahaan dalam bereksplorasi dan mengembangkan inovasi, kolaborasi dengan startup lain perlu dilakukan. Dengan demikian, bisnis dan inovasi tetap bisa jalan beriringan.“Yang menjadi tantangannya adalah gimana bisa scale up, tapi tetap agile. Nah, strategi agar tetap bisa agile dengan kolaborasi. Di Passpod, kami ada budget R&D yang digunakan untuk kerja sama dengan startup.”(Artikel ini ditulis Corry Anestia dan telah dipublikasi DailySocial.id pada 06 Desember 2018 https://dailysocial.id/post/ipo-untuk-startup)
Be the first person to like this.
Estubizi X DailySocial.idIndustri agrobisnis menjadi salah satu penopang ekonomi negara. Namun para petani seringkali terpinggirkan peranannya, lahannya pun banyak beralih menjadi area industri. Petani di Indonesia rata-rata hanya mampu panen dua kali dalam setahun, hasilnya seringkali tidak cukup untuk menghidupi kehidupan sehari-hari.Namun kebergantungan negara terhadap pertanian cukup tinggi, sekitar 41% populasi hidup untuk dan dari pertanian. Sementara 60,8% petani Indonesia berusia lebih dari 45 tahun, dibumbui ekosistem penuh korupsi, mulai dari isu lintah darat, kapitalisasi pasar, juga tidak seimbangnya porsi ekspor dan impor. Hal tersebut membuat regenerasi berjalan kurang berimbang.Untuk mengatasi isu tersebut, Crowde sebagai startup di bidang pertanian turut mencoba memperbaiki kondisi yang ada dengan serangkaian kegiatan, di samping menyalurkan bantuan melalui platform p2p lending besutannya. Dalam #SelasaStartup edisi kali ini, Head of Operation Crowde Andrew Tobing banyak bercerita tentang hal tersebut.(1) Mengadakan pembinaan langsungSebelum langsung dikenalkan dengan metodologi yang sesuai, tim Crowde mengunjungi petani dan membentuk kelompok. Dari situ ada program pembinaan dasar terkait pertanian. Tujuannya untuk mengukur seberapa jauh pengetahuan mereka dan bagaimana perlakuannya terhadap tanaman yang mereka tanam.Dari hasil interaksi tim Crowde disimpulkan bahwa petani rata-rata cukup peduli dan tahu apa yang jadi kendala selama ini. Namun hanya saja mereka kurang tahu bagaimana penanganan yang tepat untuk langkah preventif. Ambil contoh, bagaimana mencegah salah satu varietas cabe agar tidak diserang serangga. Ternyata caranya cukup sederhana, petani cukup menaruh lampu dekat tanaman untuk mengalihkan perhatian serangga ke arah lampu.“Ternyata cara itu banyak dari mereka yang tidak tahu. Langkah pertama adalah kami ingin mereka aware dan mau coba beri edukasi tanpa harus menggurui. Intinya kami mau bangkitkan awareness apa yang mereka lakukan selama ini, ada cara teknis yang lebih baik,” kata Andrew.(2) Pengetahuan tentang manajemenBerikutnya tim Crowde mengedukasi petani untuk manajamen keuangannya, mengelola administrasi, hingga teknis merawat tanaman buat mencegah potensi terkena hama. Seluruh pengetahuan tersebut harus ditempuh oleh petani agar dapat bekerja lebih terstruktur dan bertanggung jawab untuk seluruh proyek pertanian mereka sendiri.Seluruh proses ini ujung-ujungnya merupakan bentuk tanggung jawab Crowde terhadap para investor Crowde. Sebab unsur kepercayaan memegang peranan terpenting dalam menjalankan platform p2p lending ini. Investor mengamanahkan dana mereka lewat Crowde untuk dikelola dan memberikan dampak sosial terhadap kehidupan petani.(3) Tindakan preventif lainnyaCrowde rutin terus melakukan credit scoring pada setiap proyek yang muncul di platform. Pihaknya menempatkan field agent dan project specialist yang bertanggung jawab atas penagihan laporan bulanan ke petani. Berikutnya, agar modal usaha pertanian bisa dimanfaatkan secara maksimal oleh petani, Crowde menyalurkan permodalan dalam bentuk zero cash.Disediakan pula strategi off-taker untuk menjamin harga jual panen selalu terjamin. Jadi setelah panen, Crowde menyediakan kanal distribusi terpercaya untuk memotong rantai lintah darat. Crowde memberikan daftar rekomendasi toko mana saja yang memberikan harga terbaik untuk para petani berdasarkan hasil grading yang sudah ditentukan sebelumnya.Beberapa supermarket yang menerima hasil panen petani adalah Lotte Mart, Yogya, dan Transmart. Apabila ada hasil panen dengan grading yang kurang bagus, masih bisa dijual juga secara langsung ke pasar.“Kami mengumpulkan data dari hasil grading, lalu memberikan rekomendasi tempat mana saja yang menerima pembelian berdasarkan grading,” pungkasnya.(Artikel ini ditulis Marsya Nabila dan telah dipublikasi DailySocial.id pada 16 November 2018 https://dailysocial.id/post/kiat-crowde-mengedukasi-mitra-petani-agar-hasil-lebih-optimal)
Be the first person to like this.
Estubizi X DailySocial.idDalam beberapa tahun terakhir, startup semakin banyak menjamur seiring dengan berkembangnya adopsi teknologi di Indonesia. Ada yang masih bertahan dan sukses, tetapi tak sedikit juga yang tutup buku.Bicara soal kesuksesan startup, tak bisa dipungkiri public relation (PR) memiliki peran besar. Hal ini demikian karena PR terlibat menentukan strategi dalam memperkenalkan sebuah brand atau produk startup ke khalayak.Untuk mengetahui lebih dalam, Dian Noeh, Founder dan CEO KVB (sebelumnya Kennedy, Voice & Berliner) akan membagikan pengalamannya pada sesi #SelasaStartup kali ini tentang penentuan strategi PR dalam meluncurkan startup.Memberikan impact lewat kontenPR is about content. Maka itu, penting bagi PR dalam membuat konten yang menarik. Salah satu pendekatannya adalah memperkenalkan produk lewat sebuah cerita. “Substansi memang harus bagus, apalagi akses informasi semakin mudah karena channel-nya semakin banyak,” ujar Dian.Selain lewat cerita, penting juga bagi PR untuk dapat men-deliver informasi lainnya, misalnya terkait model bisnis startup. Elemen ini dinilai penting, terutama jika kaitannya menyebarkan informasi kepada para jurnalis.“Why we love working with startups karena kita bisa belajar lebih banyak, belajar model bisnis [mereka]. Kita bisa belajar hal baru dan [model bisnis] ini bisa memberikan impact kepada orang lain,” ungkapnya.Daya tarik lewat kisah para founderMenurut Dian, ada banyak perusahaan yang kurang paham dalam melakukan pekerjaan PR pada konteks di era sekarang. Maka itu, memperkenalkan sebuah startup atau produknya tentu akan berbeda dengan memperkenalkan produk perusahaan.Mengacu pada pengalamannya, sebuah produk atau brand dapat diperkenalkan ke masyarakat dengan mengandalkan cerita atau kisah dari si pendirinya (founder). Ia menilai setiap founder punya kisah berbeda dalam membangun startup atau mengembangkan sebuah produk.“Kita bisa menggali cerita para founder yang berbeda-beda, di mana cerita ini dapat memikat orang agar bisa menjadi inspirasi kepada orang lain,” tutur Dian.Algoritma tak berlaku di social scienceDalam meluncurkan startup atau produk, tak semua hal dapat diputuskan secara teknis atau teoritis. PR terkadang harus memiliki insting dalam membuat sebuah keputusan.“When we launch, ada hal-hal tertentu di mana basic rules apply. Tapi ada hal-hal lain juga yang tidak tertulis dan ada banyak keputusan yang tidak hitam-putih,” ujarnya.Sebagai contoh, PR dapat mengandalkan insting untuk menentukan kapan waktu yang tepat meluncurkan produk atau kapan harus menggunakan bantuan tangan PR atau tidak.(Artikel ini ditulis Corry Anestia dan telah dipublikasi DailySocial.id pada 31 Oktober 2018 https://dailysocial.id/post/tiga-strategi-kehumasan-yang-bisa-dicontoh-saat-meluncurkan-startup)
Be the first person to like this.
Estubizi X DailySocial.idPada sesi #SelasaStartup kali ini, DailySocial kedatangan Ash Ali, CMO pertama Just Eat UK yang juga seorang angel investor dan mentor startup terkemuka. Just Eat merupakan platform penyedia layanan pesan-antar makanan. Saat ini, Just Eat UK telah bermitra dengan 29.000 restoran di Inggris.Sejalan dengan topik yang dibawakan, Ash mengungkap lima pelajaran inspiratif bagi para founder yang ingin membangun startup. Pelajaran ini didapatkan saat perjalanan membangun Just Eat.Menurutnya, kebanyakan startup gagal bukan karena tidak mampu merancang atau mengembangkan produk, tetapi karena tidak bisa mendapat traction. Sementara traction tersebut merupakan ukuran keberhasilan untuk model bisnis yang diterapkan.Model bisnis penting, karena berkaitan langsung dengan bagaimana roda bisnis bekerja. Bahkan model bisnis kadang lebih penting dari pada aset pendukung bisnis itu sendiri. Dicontohkan pada keberhasilan GO-JEK, padahal startup yang menyandang status unicorn tersebut tidak memiliki unit kendaraan. Demikian juga Facebook, platform jejaring sosial yang menghubungkan miliaran pengguna di dunia, tidak pernah membuat konten.Berangkat dari hal di atas, apa saja yang perlu diketahui founder saat membangun sebuah startup? Simak ulasannya berikut ini:Kenali siapa pelangganmuDengan mengenali konsumen dan bagaimana perilakunya, kita menjadi tahu siapa yang disasar. Dari situ founder dapat membuat pendekatan (approach) yang tepat.“Konsumen pelajar suka memesan take away di restoran. Kami bisa lakukan approach, misalnya dengan voucher, meski itu small value tapi itu berguna,” ujarnya.Ia juga mencontohkan bagaimana para gamer di sana merupakan segmen early adopter. Mereka akan tetap memesan melalui website meskipun tampilan dan fiturnya kurang bagus.Ikuti ke mana konsumen pergiSecara harfiah, ini tidak berarti kita benar-benar mengikuti ke mana konsumen pergi. Namun mengikuti bagaimana perilaku konsumen dalam menggunakan sebuah produk.Hal ini, secara marketing, dapat lebih optimal untuk memasarkan sebuah produk ketimbang harus menghabiskan biaya untuk beriklan.“Kami bermitra dengan puluhan ribu restoran, setiap restoran punya menu take away sendiri. Daripada keluarkan budget untuk print menu, kami bisa sediakan lewat platform kami,”Jadilah kreatifDua hal yang menjadi pelajaran penting dalam membangun startup adalah jangan meremehkan branding dan terlalu fokus terhadap digital metric. Dalam kaitannya dengan membangun awareness, kita memanfaatkan instrumen kreatif, seperti stiker.“Kita bisa menggunakan stiker dengan logo dan memasangnya di jendela-jendela restoran yang menjadi mitra kami. Ini sangat sederhana, tetapi lihat berapa banyak yang datang ke layanan kami karena stiker ini,” ungkap Ash.Kenali angkamuData dalam bentuk angka biasanya menjadi tolok ukur utama bagi perusahaan sebelum masuk ke pasar. Dengan data ini, perusahaan menjadi tahu berapa banyak biaya yang ingin dikeluarkan untuk mendapat dan mempertahankan pelanggan.Akan tetapi, Ash juga menekankan tentang pentingnya mengandalkan pengukuran secara kualitatif dan kuantitatif, tak hanya menggunakan data saja.“Kita harus paham sebelum masuk ke pasar. Tetapi jangan hanya data driven saja. Jadikan pengukuran kualitatif dan kuantitatif untuk membangun startup, jangan hanya berdasarkan small number, jangan hanya data driven,” tuturnya.Menumbuhkan mindset dan budaya bekerja di startupKedua hal ini menjadi elemen krusial bagi mereka yang ingin berkecimpung di dunia startup. Maka itu, penting sejak awal bagi kita untuk menerapkan mindset dan membiasakan diri dengan lingkungan dan budaya kerja startup.Menurut Ash, mindset dan budaya yang dimaksud misalnya berani mencoba sesuatu dan mau belajar dari kesalahan yang dibuat. Jika kita tidak memiliki working mindset, akan sulit untuk bekerja sama di dalam organisasi. Begitu juga sebaliknya apabila tim kita tidak memiliki working mindset seperti itu.“Dalam dunia startup, perlu orang yang mau untuk membuat kesalahan, membuat sesuatu yang tidak cocok. Karena di startup itu, kita harus punya mindset untuk berkembang, cepat gagal, tetapi cepat belajar dari kesalahan yang dibuat.”(Artikel ini ditulis Corry Anestia dan telah dipublikasi DailySocial.id pada 18 Oktober 2018 https://dailysocial.id/post/pelajaran-founder-untuk-membangun-startup)
Be the first person to like this.
Estubizi X DailySocial.idSalah satu transformasi yang cukup terasa di era digital adalah berubahnya cara orang menggunakan uang. Di kawasan kota, masyarakat Indonesia mulai terbiasa bertransaksi, baik itu berbelanja, makan, atau membayar tagihan, melalui ponsel mereka.Tanpa mengecilkan fungsinya, uang tunai mulai tergantikan oleh dompet digital. Bahkan kini sebagian besar masyarakat urban tak lagi membayar transportasi online dengan uang tunai. Segala aktivitas dapat dilakukan secara seamless asal terhubung dengan internet.Di balik kemudahan di atas, tentu ada sebuah proses terjadi. Ada tantangan sulit yang dihadapi sejumlah pelaku bisnis dalam mengubah kebiasaan pengguna memakai layanan keuangan digital. Hal ini karena Indonesia memiliki karakter konsumen yang sudah terbiasa bertransaksi dengan uang fisik.Di sesi #SelasaStartup kali ini, DailySocial kedatangan CEO Sprint Asia Technology, Setyo Harsono, yang mengulas tentang bagaimana upaya untuk tetap inovatif di tengah persaingan industri fintech, termasuk mengedukasi pasar.Tetap inovatif dengan tiga hal utamaTak dapat dimungkiri, industri fintech Indonesia kini semakin bertumbuh dengan semakin bertambahnya pemain. Persaingan semakin kuat, pelaku bisnis berlomba-lomba menawarkan layanan terbaiknya.Agar dapat bersaing, Setyo mengungkapkan tiga hal utama yang sekiranya dapat menjadi guidance untuk masuk ke industri fintech. Pertama, pastikan bahwa kita memiliki expertise di bidang yang ingin dimasuki. Jangan sampai masuk ke bisnis ini apabila tidak berpengalaman di bidangnya.Kedua, jangan sampai pelaku bisnis terlalu habis-habisan dalam memanfaatkan teknologi sehingga melampaui batas. “Teknologi itu menjadi guardian, kita bisa (kembangkan layanan) dari ujung ke ujung, tetapi kita masih punya etika untuk tidak melakukannya,” ungkap Setyo.Terakhir, pelaku bisnis perlu menghargai nilai dari sebuah joint-effort karena dalam industri ini pesaing bisnis bisa saja menjadi mitra kolaborasi di masa depan.Mengubah kebiasaan adalah tantangan, perlu edukasi bersamaBagi Setyo, tantangan terbesar dalam mengembangkan layanan keuangan digital adalah mengubah kebiasaan konsumen. Transisi dari penggunaan uang tunai ke digital akan terasa sulit bagi pasar di Indonesia, mengingat pasar kita terbiasa dilayani.“Mengubah kebiasaan adalah sesuatu yang sulit di Indonesia karena kita tidak terbiasa dengan budaya self-service. Konsumen Indonesia terbiasa dilayani. Artinya, sesuatu yang baru pasti tantangannya terletak pada habit,” tuturnya.Dalam kasus ini, ia menilai perlunya edukasi berkelanjutan secara bersama-sama oleh para pemangku kepentingan (stakeholder) agar adopsinya menjadi lebih cepat.Ia mencontohkan saat ATM pertama kali keluar, tak banyak penggunanya karena satu pemain saja yang menyediakan. Apabila semua bank termasuk pemerintah ikut mengedukasi bersama-sama, adopsinya akan lebih mudah.“Mengubah kebiasaan menggunakan uang tunai berarti menghadirkan kebiasaan baru. Para pemangku kepentingan harus mengadopsi bisnis model baru, selain terlalu memanjakan konsumen.”Sprint Asia merupakan perusahaan yang menawarkan solusi perbankan berbasis TIK. Hingga tahun 2012, barulah perusahaan masuk ke bisnis payment gateway, salah satunya lewat produk Bayarind. Sejak dua tahun lalu, Bayarind masih menanti lisensi e-wallet dari Bank Indonesia.(Artikel ini ditulis Corry Anestia dan telah dipublikasi DailySocial.id pada 28 September 2018 https://dailysocial.id/post/pola-masyarakat-fintech)
Be the first person to like this.
Estubizi X DailySocial.idSelain membantu startup mempublikasikan informasi pembaruan inovasi, media bisa juga dimanfaatkan sebagai bagian dari pengembangan startup — khususnya media yang secara spesifik membahas bisnis dan teknologi. Jika diamati, saat ini media teknologi tidak hanya berfokus pada produksi tulisan saja, melainkan mencakup komponen pendukung lain, mulai dari menyajikan riset, mengadakan acara, menjadi kanal pekerjaan dan lain-lain.Tulisan kali ini akan membedah beberapa kegiatan relasi media yang dapat dijadikan ajang peningkatan kapabilitas startup.Mendapatkan sumber daya pembelajaranBanyak media startup yang menyajikan ragam tulisan komprehensif mengenai tips pengembangan startup. Mulai yang bersifat teknis seperti pengembangan produk, bersifat pribadi seperti tentang kepemimpinan, hingga seputar bisnis seperti pemasaran. Di DailySocial sendiri, kami menempatkan tips tersebut ke dalam tiga kategori akses, yakni Start, Scale, dan Steer. Di kanal Start, berisi tips sederhana seputar pengembangan startup di tahap awal, berisi berbagai cara untuk mengembangkan tim, melakukan uji coba MVP, dan lain-lain.Selanjutnya di kanal Scale, berisi kiat-kiat tentang pengembangan startup yang sudah memiliki kematangan produk. Di sini dibahas tentang pendanaan hingga membangun kerja sama dengan unsur eksternal. Terakhir adalah kanal Steer, berisi kiat-kiat untuk pengembangan startup di level lebih lanjut. Misal tentang pengembangan bisnis hingga otomasi pemasaran. Tulisan yang ada biasanya menyadur dari kisah sukses startup yang sudah ada atau mengutip ide dari para pakar di berbagai bidang.Membuka kesempatan berkembangMedia juga dapat dimanfaatkan startup untuk menemukan berbagai kesempatan baru, mulai dari bertemu komunitas, investor, hingga mentor. Salah satunya dengan mengikuti kegiatan-kegiatan berbasis meet-up yang sering diadakan. Biasanya kegiatan tersebut terbagi menjadi dua jenis, yakni gathering dan workshop. Kegiatan gathering cocok diikuti manakala tujuannya ialah membangun relasi publik, bertemu orang-orang baru, dan menemukan inspirasi. Sementara kegiatan workshop dapat diikuti untuk menambah pengetahuan secara langsung.Beberapa media juga rutin mengadakan pameran yang dapat diikuti oleh startup, misalnya e27 setiap tahun mengadakan ajang Echelon yang berisi kompetisi startup, sesi keynote, hingga networking. Sedangkan untuk workshop, secara rutin DailySocial mengadakan kegiatan bertajuk #SelasaStartup, yakni kegiatan singkat yang diisi langsung oleh para pakar dari kalangan startup. Membahas dari urusan teknis hingga urusan bisnis.Memperlihatkan kondisi industriUlasan mendalam tentang vertikal industri juga kerap disajikan oleh media. Misalnya baru-baru ini hangat dibahas regulasi yang tengah disusun pemerintah untuk fintech, dan masih banyak lagi. Hal seperti ini sering terlewat oleh founder saat membangun startup, yakni upaya untuk comply dengan regulasi – terutama untuk startup yang menangani proses bisnis kritis, seperti di bidang finansial atau layanan publik.Lanskap persaingan juga acap kali disampaikan dalam rangkaian tulisan analisis dan riset oleh media. Sebagai contoh untuk lanskap on-demand pasca Uber diakuisisi, DailySocial mengadakan survei mengenai transisi konsumen untuk mengetahui ke mana mereka berlabuh dan tren kecenderungan pasar dalam menghadapi penghentian layanan. Membaca laporan riset seperti ini juga penting untuk memahami pangsa pasar secara umum, melihat kesempatan dari ujung ke ujung.(Artikel ini ditulis Randi Eka dan telah dipublikasi DailySocial.id pada 23 Juli 2018 https://dailysocial.id/post/tips-relasi-media-untuk-startup-bagian-2-menemukan-kesempatan-belajar)
Be the first person to like this.
Estubizi X DailySocial.idSeringkali email marketing disamakan strateginya dengan social media marketing. Padahal sebenarnya keduanya itu adalah sangat berbeda jauh. Email bisa dikatakan sebagai channel pemasaran yang tertua, namun memiliki conversion rate dan menghasilkan ROI (return of investment) tertinggi.Hanya saja, awareness yang kurang karena masuk ke kotak masuk. Beda halnya dengan sosial media yang memiliki conversion rate yang kecil, akan tetapi awareness yang tinggi.Dari penawaran yang ditawarkan email ini, sebenarnya seberapa besarkah peluang email untuk kegiatan pemasaran? Lalu bagaimana tipsnya untuk memastikan email tidak masuk ke dalam spam?Dalam #SelasaStartup edisi kali ini, seluruh pertanyaan tersebut dijawab oleh Founder MailTarget Yopie Suryadi. MailTarget adalah startup SaaS yang bergerak sebagai penyedia layanan otomasi email untuk pemasaran yang sudah berdiri sejak akhir 2016.Mengapa melirik email marketing?Dari berbagai sumber yang dikutip Yopie, ada beberapa fakta pendukung mengapa Anda perlu melirik email sebagai channel marketing. Misalnya, jumlah akun email di seluruh dunia yang diprediksi bakal terus bertambah tiap tahunnya, disebutkan pada 2016 jumlah akun email mencapai 4,3 miliar.Fakta berikutnya, karyawan menghabiskan waktu setidaknya 13 jam setiap minggu untuk mengecek inbox di akun email mereka. Lalu sekitar 90% email yang terkirim langsung ke inbox penerima, sementara hanya 2% dari pengikut dari akun Facebook Anda yang melihat setiap unggahan di Newsfeed mereka.Email 40 kali lebih efektif mendapatkan konsumen baru daripada lewat Facebook dan Twitter. Email menempati posisi kedua untuk channel marketing terefektif untuk mengeksekusi pemasaran digital setelah lewat situs. Kemudian diikuti oleh media sosial, pencarian organik, pencarian berbayar, mobile, dan iklan.“Ada studi di Amerika Serikat yang menyebut, sekarang sudah 0 orang yang mau mengunduh aplikasi baru di smartphone mereka. Kecenderungannya mereka lebih memilih newsletter agar tetap terhubung dengan brand tanpa harus mengunduh aplikasinya. Itu anginnya lagi ke sini [peluang dari email marketing].”Konten memegang unsur terpentingMenurut Yopie, email marketing itu fondasi dasarnya adalah konten. Bila tidak menguasai itu, ujung-ujungnya yang akan terjadi adalah hard selling. Anda bisa memakai konten berisi tips yang ringan untuk menggiring terjadinya akuisisi pengguna baru.Maka dari itu sebelum membuat tips, pastikan Anda tahu betul strategi yang tepat sesuai dengan tipe konsumen. Ada tiga istilah, cold audience, warm, dan hot audience.Beberapa inspirasi yang bisa Anda masukkan untuk dimasukkan ke dalam email, seperti video tutorial, e-book, akses masuk ke webinar/podcast, kupon, atau sesuatu yang membuat orang rela membeli, dan sebagainya. Sebab konten ini adalah cara untuk mendapatkan leads mengenai data dari calon konsumen.“Konten itu raja, sementara data adalah ratu, dan otomasi adalah putra mahkotanya.”Pahami alur email marketingSebelum membuat konten, Yopie menyarankan Anda untuk membuat landing page yang bertugas untuk menangkap data dari calon konsumen. Dalam istilah pemasaran digital, landing page adalah satu halaman web yang muncul sebagai respons dari meng-klik hasil pencarian mesin pencari yang dioptimalkan atau iklan online.Di dalamnya perlu berisi konten, dengan berbagai persyaratan untuk mencegah email tersebut masuk ke dalam kotak spam penerima. Sebaiknya tulis konten dengan bahasa yang personal (atau tidak), singkat, namun menarik. Lalu ketika mendapatkan calon konsumen, Anda bisa mengelola data mereka untuk meng-otomasi kegiatan email marketing.Ambisi akhirnya adalah dari email tersebut konsumen tetap bisa terhubung dengan perusahaan Anda dengan terus membeli produk-produk yang Anda tawarkan.“Di dalam konten harus tentukan isinya mau bagaimana, bisa weekly newsletter, promosi, ucapan selamat ulang tahun, email series, info acara, dan sebagainya. Jangan sampai email dari kita itu ditandai spam oleh penerima.”Menurut hasil riset MailTarget, sambung Yopie, jam terbaik untuk mengirim email marketing adalah jam 10 pagi, 8 malam, dua siang, atau jam enam pagi. Sedangkan untuk harinya, yang terbaik adalah hari Selasa, Kamis, dan Rabu.Itu berlaku untuk global, sementara di Indonesia yang terbaik adalah hari Senin. Setiap hari Senin, tingkat kunjungan email adalah tertinggi dibandingkan hari-hari lainnya.Teknik menghindari spamHal paling menakutkan dari email marketing adalah apabila frekuensi pengiriman email terlalu sering maka konsumen akan jengah sampai akhirnya menandai email Anda sebagai spam. Apalagi, saat ini algoritma Gmail semakin pintar sehingga apabila ada kesalahan kata, secara otomatis akan masuk ke dalam spam.Pada dasarnya, menurut Yopie, ada tiga faktor yang menyebabkan email dideteksi sebagai spam. Yakni, domain dan reputasi alamat IP, konten, dan frekuensi.Untuk mengatasi itu, Anda harus pandai-pandai menggunakan hashbusting yaitu memakai karakter spesial untuk mengganti huruf (cont. Fre3e W!nn*r / Free Winner). Berikutnya hindari bad link, dengan mengganti situs yang tidak memiliki reputasi baik atau konten, dengan menggunakan penyingkat url.Hindari subject email yang menyesatkan, dan memakai solusi “Re:” atau “Fwd:” untuk menghubungi konsumen yang belum pernah berkomunikasi dengan Anda sebelumnya.“Menggunakan gambar terlalu banyak juga bisa dideteksi sebagai spam, makanya perlu menyematkan teks di dalam gambar atau mengirim email tanpa teks.”(Artikel ini ditulis Marsya Nabila dan telah dipublikasi DailySocial.id pada 23 Mei 2018 https://dailysocial.id/post/menangkap-peluang-email-untuk-kegiatan-pemasaran/)
Be the first person to like this.
Estubizi X DailySocial.idChatbot adalah program komputer untuk mensimulasi percakapan dan didukung algoritma dan kecerdasan buatan (AI). Kehadiran chatbot di Indonesia kini makin ramai seiring implementasi perusahaan dari berbagai sektor industri.Kehadiran chatbot dirasa tepat sebagai strategi bisnis melihat kondisi sekarang ini. Popularitas aplikasi messaging menduduki posisi sebagai aplikasi dengan pengguna terbanyak dibandingkan jenis lainnya.Sebenarnya apa saja kelebihan implementasi chatbot dan chat untuk bisnis? Lalu bagaimana hasil yang didapat perusahaan-perusahaan yang sudah memanfaatkannya? #SelasaStartup edisi pekan kedua April 2018, menghadirkan CEO & Co-Founder Qiscus Delta Purwa sebagai pembicara.Qiscus adalah startup yang bergerak sebagai penyedia “in-app chat” dengan menghadirkan platform yang mendukung SDK artificial intelligence, teknologi suara, dan video. Startup ini sudah berdiri sejak 2013. Qiscus memosisikan diri bukan sebagai kompetitor layanan yang bergerak di bidang AI (Kata.ai, BJtech, IBM Watson, EVA, Bahasa, dan lainnya), melainkan mitra kerja.Pergeseran kebiasaan konsumenDelta menerangkan, perusahaan perlu melirik chatbot lantaran penetrasi internet yang meningkat turut mengakibatkan terjadinya perubahan kebiasaan kaum millennial untuk selalu update. Kalangan early adopter mendorong mereka untuk selalu online dan terhubung dengan internet.“Di Indonesia penetrasi internetnya mulai merata, apalagi untuk kalangan usia 16-35 tahun mungkin hampir 100%. Untuk itu, ketika melirik chatbot, selalu berangkat dari konsumennya.”Dari hasil riset yang dirangkum Qiscus, secara rerata terdapat 3,6 aplikasi messaging yang diunduh dan tersimpan dalam tiap perangkat. Sebanyak 97% pengguna smartphone mengakses aplikasi messaging secara berkali-kali setiap hari. Bagi perusahaan, menyediakan aplikasi messaging dalam layanannya diprediksi memiliki RoI hingga 305%.“Orang Indonesia itu sudah sangat keranjingan dengan aplikasi messaging.”Chat sebagai cara meningkatkan interaksiKarena aplikasi messaging sudah sangat digandrungi orang Indonesia, akan sangat penting untuk melihat chatbot sebagai alat untuk meningkatkan interaksi dengan para konsumen. Ada banyak aplikasi messaging yang membuka API-nya sehingga bisa ditanamkan chatbot di dalamnya. Sebut saja Messenger, LINE, dan Telegram. WhatsApp sendiri tinggal tunggu waktu untuk API-nya bisa dibuka.Menurut Delta, ketika perusahaan ingin menyasar kalangan millennial sebagai pengguna, dia menyarankan agar memanfaatkan LINE. Dia melihat LINE memiliki basis kalangan millennial yang cukup besar, sehingga strategi perusahaan untuk meningkatkan engagement akan tepat.Di chatbot pun, teks harus diperkaya dengan berbagai fitur, tak hanya sekadar berkirim pesan. Beberapa fitur yang bisa dikembangkan misalnya dukungan terhadap gambar, video, dokumen, tombol, akun, dan linking card.Contoh kasus suksesPerusahaan e-commerce yang sudah menerapkan chatbot adalah Sale Stock. Perusahaan tersebut sejak awal sudah berinvestasi cukup besar untuk pengembangan chatbot-nya yang dinamai Soraya.Pada 2014, Sale Stock menghadirkan fitur chat di layanan pelanggannya kemudian ditingkatkan lagi fungsinya dengan menghadirkan Soraya pada akhir 2016 untuk menangani pemesanan secara end-to-end. Disebut-sebut Soraya mampu menangani 30% pertanyaan yang umumnya ditanyakan konsumen.“Untuk kasus Sale Stock, fungsi chat-nya sangat spesifik yakni ingin otomasi karena mereka menjadikan CS sebagai layer pertama untuk peningkatan pelayanan sealami mungkin. Berbicara dengan Soraya seperti selayaknya berbicara dengan manusia, sebab pemilihan bahasanya yang natural.”Perusahaan lainnya, HaloDoc tidak menggunakan chatbot, tetapi chat, sebab fokus utama yang disasar adalah berbicara langsung dengan dokter. Untuk itu secara alamiah, proses chatting harus dibuat sepersonal dan serahasia mungkin.Telkomsel, lewat chatbot-nya bernama Veronika, mengarahkan chatbot-nya untuk fungsionalitas. Banyak tombol-tombol yang tersedia setiap kali pengguna mengakses Veronika. Kesannya pun jadi kurang personal karena penuh unsur rich messages.“Karena tujuan membuat chatbot-nya beda, Veronika jadi kurang personal karena banyak unsur rich messages. Hanya saja memang itu tujuannya, ingin mempercepat dan mendekatkan diri dengan konsumen.”Belajar dari kasus sukses di atas, timbul pertanyaan kapan perusahaan butuh layanan chat. Menjawab pertanyaan tersebut, Delta menuturkan bahwa keputusan tersebut akan sangat bergantung pada obyektif bisnis masing-masing perusahaan.Jika fokus chatbot soal fungsionalitas, implementasinya lebih mudah karena bersifat otomasi untuk mengurangi SDM dan mengalihkannya ke pekerjaan yang lebih bersifat teknis.Sementara jika tujuannya ingin meningkatkan interaksi dengan konsumen dan menangkap data untuk kebutuhan pemasaran, chatbot dapat menjadi alat untuk membaca profil pengguna dan menerjemahkan conversion ke dalam bahasa pemasaran.(Artikel ini ditulis Marsya Nabila dan telah dipublikasi DailySocial.id pada 16 April 2018 https://dailysocial.id/post/melirik-potensi-chat-dan-ai-untuk-bisnis/)
Be the first person to like this.